Kamis, 17 September 2009

Mudik, Antara Tradisi dan Gengsi




Ditulis Oleh Fatkhul Muin
18-09-2009,
Bagi sebagian besar perantau, mudik "wajib" hukumnya. Alhasil, segala upaya dilakukan demi bisa pulang ke kampung halaman.

Para perantau yang berduit, memboyong seluruh keluarganya dengan naik mobil pribadi ataupun mobil carteran atau bahkan naik pesawat terbang. sementara perantau dengan penghasilan terbatas, memilih mudik menggunakan angkutan umum atau hanya mengandalkan kendaraan roda dua yang mereka miliki. Meskipun harus berkendara ratusan kilometer dengan ancaman bahaya kecelakaan di jalan raya, para bikers ini terlihat enjoy saja. "Yang penting sampai di kampung halaman dengan selamat, dengan biaya yang cukup murah, yang penting hati-hati," ujar seorang pemudik yang akan menuju ke Semarang ketika diwawancarai salah seorang reporter televisi.

Memang mudik mempunyai kekuatan yang sangat dahyat dari segi social dan ekonomi. Mudik sudah menjadi tradisi yang begitu lekat bagi pemudik dimana saja. Tidak hanya yang merantau di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung atau kota lainnya. Tradisi mudik ini sudah menjadi budaya bagi bangsa Indonesia yang sepanjang tahun terus menggelincir utamanya pada Hari Lebaran atau hari besar agama lainnya.

Pemerintah sudah menyiapkan diri menghadapi fenomena mudik ini dengan berbagai persiapan yang cukup matang dan terencana, di antaranya Jalur mudik dibuat selancar mungkin dengan memperbaiki sarana prasarana seperti jalan jembatan, bandara dan pelabuhan. Begitu pula sektor keamanan, kepolisian jauh-jauh hari telah mempersiapkan pengamanan mudik dan lebaran dengan mengerahkan ribuan petugas yang memantau jalan di ratusan titik. Untuk pemudik yang menggunakan sepeda motor kepolisian juga mempersiapakan pengamanan khusus dengan pengawalan di rute-rute yang rawan kecelakaan.

Dari sektor keuangan pemerintah lewat Bank Indonesia juga mempersiapkan uang pecahan kecil senilai ratusan milyar guna kelancaran acara mudik perantau di kampung halaman.

Selain itu, pemerintah juga menggandeng fihak swasta untuk menyukseskan acara mudik ini, dengan cara menyediakan berbagai macam layanan yang ditujukan untuk kenyamanan para pemudik. Pemerintah tidak mau dianggap gagal dalam rangka pelaksaan mudik yang sudah mentradisi di Indonesia ini.

Tradisi dan Gengsi
Bagi sebagaian orang acara mudik ini merupakan acara tradisi yang harus diuri-uri kelestariannya, selain sebagai perwujudan cinta pada tanah kelahiran juga perwujudan menghormati para leluhur mereka. Sehingga tidak mengherankan jika mereka telah sampai dikampung mereka tidak lupa akan ayah,ibu, saudara baik yang masih hidup atau telah meninggal dunia.

Selain itu dengan acara khusus mereka kembali merekat jalinan persaudaraan yang telah putus satu tahun, dua tahun, lima tahun bahkan ada pula yang pulang mudik setelah puluhan tahun mereka merantau. Lamanya mereka tidak mudik mungkin karena kesibukan yang tidak dapat ditinggalkan, faktor tempat yang sangat jauh atau faktor biaya yang cukup besar.

Pada hakekatnya dalam batin mereka bila dalam satu tahun tidak mudik ke kampung halaman rasanya tidak enak dengan para sanak saudara, namun karena berbagai macam keterbatasan mudik mereka menjadi tertunda. Meskipun saat ini sudah ada pesawat telepon namun mereka menganggap mudik dengan langsung begitu afdol meskipun menghabiskan biaya yang cukup lumayan.

Selain tradisi ada pula yang mengatakan mudik merupakan acara gengsi atau unjuk gigi memamerkan keberhasilan mereka dalam merantau, oleh karena itu acara mudik ini biasanya mereka memboyong berbagai macam hal yang dapat meningkatkan gengsinya. Misalnya membawa mobil, perhiasaan, perabotan sampai dengan uang dan makanan yang nantinya dibagikan kepada sanak saudara atau tetangga. Mereka juga acap bercerita tentang kesuksesan usaha mereka di perantauan seraya mengajak saudaranya dikampung ikut merantau mencari rezeki dikota seperti dirinya. Hal inilah yang kadang membuat pusing pemerintah daerah yang daerahnya didatangi oleh pekerja hasil rekrutan para pemudik.

Dengan berbagai fenomena yang ada inilah mudik merupakan sesuatu kekuatan rutin yang perlu dipersiapakan sematang mungkin oleh para pemudik itu sendiri dan juga pemerintah. Dengan persiapan yang cukup matang inilah tradisi mudik ini bisa dinikmati dengan seluruh lapisan masyarakat dengan aman dan nyaman sampai di tujuan. Mungkin fenomena mudik ini hanya ada negeri kita Indonesia, kalaupun di negara lain ada, kekuatannya tidak sedahyat yang ada di Indonesia. Itu semua karena kultur bangsa Indonesia yang memang masih mencintai budaya leluhur kita. Selamat mudik bagi pembaca semua !!!!****

the sort story of me

Selasa, 2009 Juli 21

http://2.bp.blogspot.com/_chiK8EVz9CI/SmYujza2NAI/AAAAAAAAACc/6CF8o43UHYg/s320/IMG4025A.jpg

"Saya Ahmad Aula Rifqi adalah orang spesial"

Saya juga sangat spesial karena saya berbeda dengan orang lain di muka bumi ini, sebelum saya ada maupun setelah saya tiada tidak aka ada orang yang akan menyamai dengan diri saya,fisik saya, pengalaman hidup saya, kesusahan saya,kebahagian saya, perjalanan kehidupan saya dahulu dan masa depan saya, tidak akan ada orang satupun yang dapat menyamainya. Saya terlahir pada 16 September 1989 atau pada hari sabtu. Ayah saya M.Syafiq dan Ibu saya Zuyyinah, ayah saya baru wisuda S1 bulan Mei 2009 kemarin, sebelumnya ayah saya hanya D3 dari IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta (sekarang UIN)tahun 1988. Ibu saya hanya lulusan MA (Madrasah Aliah Salafiah) di Kajen.

Saya dibesarkan oleh ayah dan ibu saya di desa kedungmutih ikut kabupaten demak, hampir 50 km dari kabupaten jika ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 2 jam naik angkutan umum. Dari kecamatan 30 km jaraknya dan harus menempuh jalan darat yang rusak dan berlubang. Tapi desa saya hanya 11 km dari kabupaten Jepara, 15 menit jika ke kabupaten Jepara. Kebanyakan penduduk desa saya adalah nelayan laut, yang selalu berangkat melaut malam dan pulang di pagi harinya. Saya bersyukur di besarkan oleh keluarga yang bukan bekerja jadi nelayan, seandainya ayah saya nelayan, saya pasti jarang mendapat kasih sayang dan pendidikan langsung dari beliau. Saya beruntung, karena kedua orang tua saya adalah guru. Guru di sekolah dan juga guru bagi kehidupan saya. Rumah saya sederhana terletak didepan SDN 01 kedungmutih dan hanya 50 m dari pasar desa.

Sejak kecil saya dididik oleh ayah dan ibu saya dengan keras, tidak terhitung berapa kali saya dipukul ayah karena saya nakal saat kecil, tapi itu bukti kalau orang tua saya perhatian dan sayang sama saya. Memang masing-masing punya cara tersendiri untuk mendidik anaknya. Saat kecil saya pernah tidak diberi uang jajan selama seminggu saat kelas 1 MD (Madrasah Diniyyah) saat itu jajan saya hanya 100 rupiah karena saya menyobek uang 1000, saat istirahat temen-temen pada jajan, saya hanya melihat saja, sambil gigit jari. Saya pernah diceburkan di kolam belakang rumah, mau diceburin di sumur, dibenturkan ditembok, ditampar, dibodoh-bodohin, dipukul pakai sapu, ya itu karena saya saat kecil sering tidak patuh pada orang tua. Saya yakin orang tua saya memberikan yang terbaik buat saya, mereka mau saya menjadi anak yang taat pada orang tua.

Saya mulai TK sampai MTS (setara SMP) di desa sendiri, mulai TK, MD, dan MTS semuanya di Ribhul Ulum. Saat TK saya diajarkan menulis dan bernyanyi sama bu Habiba, bangunan sekolah TK saya hanya terbuat dari papan, alat peraga apa adanya, bahkan tidak ada, lantainya masih tanah, tak ada tempat bermain, saya sama teman-teman hanya bisa bermain kejar-kejaran dan main pasir di depan sekolah. Ya maklum sekolah di kampung yang jauh dari kota, dan hidup di daerah pantai memang segitu sudah cukup. Tiap pulang dari TK saya biasa bermain sama teman-teman yang dekat rumah, kak nazil, kak anwar, kak bahrul, dan kak mif sepupuku adalah teman sepermainanku. Saya dan teman-teman biasa bermain di dekat sungai, mencari kepiting kecil, memancing ikan sepat, blodog, dan mujair biasa kami lakukan.

Saat selesai dari TK, saya disekolahkan ayah di SDN 02 Kedungmutih, letaknya juga tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekitar 150 m, sedangkan sepupu dan teman sepermainanku saat TK terpisah sekolahnya, mereka di SDN 01. Awal masuk SD kelas satu saya bandel, sering bermain sama kakak kelas 4 dan 5, pernah melempar batu ke anak kelas 6, tapi untung dia tidak marah. Sering saya ujian nyontek sama teman yang pintar yaitu mudzakir, disuruh hafalin perkalian tidak mau, disuruh maju pun ogah ogahan, tapi walaupun seperti itu kenakalan saya saat kecil sedikit demi sedikit saya mulai berubah, Alhamdulillah saya dapat peringkat 2 kadang 3 dan 1, dan selama saya SD tidak pernah peringkat di atas 3, tiap dapat juara kelas saya diberi hadiah buku dan alat tulis dari bapak/ibu guru, itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi saya. Bangunan SD saya juga hampir sama seperti bangunan TK, cuman bangunan SD sudah memakai tembok, tapi temboknya sudah banyak yang berlubang, ubinnya juga sudah banyak yang copot dan rusak. Halaman SD juga tak kalah parahnya, apalagi saat musim hujan pasti banjir, dan becek, soalnya halaman SD yang sebesar lapangan bola itu hanya berupa tanah lapang, tak ada rerumputan, maupun pohon, jadi maklum kalau hujan semua halaman becek.

Saya sekolah SD sampai kelas 5 bisa dihitung jari pakai sepatu, sering pakai sandal jepit, alasannya karena pertama malas pakai sepatu, dan juga kondisi sekolah tidak memungkinkan untuk memakai sepatu. Guru-guru juga jarang negor kalau kita gak pakai sepatu. Guru SD saya saat kelas satu bu Nur, kelas 2 bu Tatik, kelas 3 pak Ahmadi, kelas 4 pak Selamet, kelas 5 pak selamet lagi, dan pak Malawi yang mengajar pendidikan agama . Saat kelas 5 catur wulan ke 3 saya pindah ke SDN 01 kedungmutih yang berada di depan rumah saya. Kelas 5 dan kelas 6 SD saya diajar pak Wiyono. Pak wiyono adalah guru paling baik saya saat SD, beliau banyak menginspirasi saya. Sejak pindah dan diajar sama pak wiyono saya lebih semangat dalam belajar, apalagi saat pelajaran olahraga senam SKJ 2000, saya sangat semangat . Terima kasih pak wiyono engkau telah mengajarkan banyak hal padaku. Saat SD waktu bermain saya agak berkurang, saya sering bermain di rumah saja, paling-paling bermain diluar kalau ada teman yang nyamperin, seperti memancing, cari sarang burung di tambak belakang desa, jalan beratus ratus meter demi cari telur burung, maka wajar wajahku dan kebanyakan teman-temanku agak hitam, karena sering maen di bawah terik matahari dan lupa waktu.

Setelah lulus SD, saya melanjutkan di MTs (Madrasah Tsanawiyah Ribhul Ulum). Di MTs ini saya bertemu dengan teman-teman lama dari SDN 02 dan juga dari SDN 01, semua kumpul jadi satu, dan juga ada beberapa teman dari luar desa. Saat masa orientasi MTs, ayah saya jatuh sakit muntah darah, dan dirawat di RS Kudus seminggu dan kemudian di rujuk ke RS karyadi semarang dan RS Kartini Jepara karena tidak ada perubahan. Saat itu saya sangat sedih, tubuh ayah yang dulunya gemuk jadi tiba-tiba kurus dan wajahnya pucat, seperti tidak ada harapan, tiap kali batuk darah pasti seember kecil darah keluar. Padahal saat itu adikku yang ke 2 baru berumur 5 bulan, ibu harus bolak balik dari kudus ke demak karena mengurus rumah juga. Ibu selalu berdoa untuk kesembuhan ayah, sehabis dari RS di kudus ibu selalu mengis melihat kondisi ayah. Tapi Alhmdulillah Allah memberikan jalan kesembuhan bagi ayah. Ternyata penyakit ayah karena teluh dari orang yang iri, karena ayah adalah kepala sekolah MA di desa.

Di MTs saya masih bisa mempertahankan prestasi di 3 besar. Mata pelajaran yang paling saya benci saat di MTs adalah Matematika, karena gurunya neranginnya tidak jelas, dan gak enak, makanya kalau ada ujian, pasti nilai yang paling jelek ada di matematika, nilai UN pun yang paling jelek matematika, Cuma dapat 5,06 saja. Ya Alhamdulillah walaupun kecil, saya masih bisa lulus, dan dapat peringkat ke 3, karena bisa ditutupin dengan nilai mata pelajaran lain. Di MTs saya paling suka dengan ekstra kurikuler pramuka, dengan kakak Pembina Ishak, paling semangat kalau ada jambore tahunan di kecamatan atau kegiatan perkemahan. Di kelas 3 pernah diangkat jadi ketua putra penggalang.

Setelah lulus MTs, ayah saya memasukkan saya di pesantren atau MA Raudlatul Ulum (YPRU) di daerah guyangan-Trangkil-Pati, deket sama kota juana, kalau dari rumah sekitar 4 jam perjalanan naik bus. Di MA ini saya benar benar merasakan jauh dari orang tua, gak kenal sama teman-teman, semua serba asing, dan harus pandai pandai ngirit uang, karena sebulan cuma dibudget ayah 200.000, itu meliputi uang SPP, uang pesantren, uang makan dan lain lain, dan Alhamdulillah cukup. Sekali makan saja hanya sekitar 1000-1500 rupiah, nasi sama sayur plus tempe hanya 800 rupiah, gorengan hanya 200 rupiah. Di pesantren dilarang bawa hp, kalau mau hubungi keluarga hanya bisa dari wartel. Hari pertama di pesantren saya mencoba mencari teman, kenalan sama teman baru, dan berusaha menyesuaikan dengan lingkungan. Dan saat seminggu pertama masih homesick dan pernah nangis di kamar mandi karena jauh dari orang tua. Sebulan di pesantren, Alhamdulillah saya cepat adaptasi, dapat teman-teman baik, dan bisa mengikuti budaya pesantren. Ngaji sorogan kitab kuning sama kyai, biasanya sehabis maghrib tiap hari, kitabnya fathul Muin diasuh oleh kyai Faruq, Riyadus Sholihin oleh kyai Humam dan Syarah Alfiah oleh kyai Najib, dan sehabis asar pada hari senin dan rabu kitabnya Tanbighul Ghofilin oleh kyai Najib, dan sehabis subuh pada hari jumat dan sabtu kitabnya Fathul Qorib oleh kyai Faruq.

Di pesantren wajib solat jamaah magrib, isyak, dan Subuh, kalau ada yang telat Jama’ah akan kena ta’zir sebesar 2000 rupiah, kalau ada yang ngerokok di gundul petak, klo ngulang ngerokok lagi di kurung di kamar mandi sejam kemudian di gundul lagi dan disuruh berdiri di depan aula pesantren. Kalau main poker atau kartu juga di gundul di depan aula pondok atau menghatamkan Al-qur’an. Ketahuan melompat pagar atau tidak berada di pesantren pada jam yang telah ditentukan akan diancam dikeluarkan dari pesantren. Tidur saat jam belajar harus push up di depan aula pondok, main play station (PS) disuruh berdiri didepan aula pondok, tidak punya sandal jepit untuk ke kamar mandi di coret coret mukanya pakai arang, ketahuan tidur di rumah warga dan ngerokok kena bogem bagian keamanan, katahuan ghosob sandal didenda, wah apalagi ketahuan mencuri dikelurkan dari pesantren setelah kena bogem bagian keamanan.

Sekolah masuknya jam 6.45 pagi dan kalau yang anak putri masuknya jam 13.00 karena ruangannya gentian, dan dipisah antara putra dan putri. Kalau telat akan kena denda 20.000 dan materai, dan wajib pakai atribut, ketahuan gak lengkap atributnya denda lagi double. Dulu saya kelas X MA dilantai tiga gedung baru, anginnya yang sepoi-sepoi sering membuat saya ngantuk saat jam 8an dan 11an. Dan sering juga saya bersama teman-teman saat diajar kitab kuning oleh guru yang sudah sepuh tidur tanpa sembunyi-sembunyi. kelas X pringkat saya menurun, karena memang disitu anak-anaknya pintar pintar, tapi masih 10 besar, kelas XI saya masuk jurusan IPA, karena mulai hidup di pesantren dan jauh dari orang tua, saya lebih semangat dalam belajar dan tidak mau membuat mereka kecewa. Matematika yang dulunya saya benci saya mulai menyukainya, dan mata pelajaran yang berhubungan denga exact semua saya sukai. Kelas XII saya masih di kelas IPA 1, ya saat itu kelas saya selalu di anak emaskan oleh sekolah saya, ya mungkin karena anak-anak kelas saya pintar –pintar. Padahal pintar si gak terlalu,cuma satu dua orang saja yang pintar, tapi bisa menutupi kekurangan teman-teman lain saja.

Di kelas 3 ini karakter masing-masing mulai kelihatan, ada yang suka dengan kitab-kitab kuning, ada yang suka dengan hitung-hitungan ,ada yang tengah tengah saja, ada yang hanya suka ngomong, ada yang pendiem, ada yang spesialis bikin lucu, ada yang hanya tidur-tiduran saja. Kalau saya sendiri orangnya agak pendiem, lebih suka ngisi waktu kosong kalau tidak ada guru dengan tidur, kadang latian soal-soal matematika, baca buku biologi, nulis puisi dan sering juga iseng kirim surat bangku ke anak putri. Saat menjelang lulus MA saya sempat punya cita cita jadi dokter, dan saya mendaftar beasiswa dari departemen agama, untuk kuliah di UNAIR Surabaya, hal ini karena kalau tanpa besiswa saya tidak akan bisa melanjutkan pendidikan, orang tua tidak sanggup membiayai kuliah saya, tambak orang tua sudah disewakan sama orang dengan harga murah, gaji sebagai guru MA swasta di desa cuma sedikit hanya bisa buat makan sebulan dan biaya 2 adik saya yang masih SD dan MTs, itupun kurang, disamping kerja sampingan sebagai penjual bibit udang untuk tambah tambahan saja. Tes beasiswa dari Depag sesi pertamadi Semarang lulus, akan tetapi sesi keduanya di UNAIR gagal, dan saat itu saya putus asa, kemana lagikah saya mencari beasiswa, kuliah tanpa merepotkan orang tua.

Sampai saat wisuda pelepasan pun saya belum dapat jawaban tentang kepastian akan melanjutkan kuliah dimana, sedangkan teman teman sekelas saya sudah banyak yang diterima di beberapa universitas, seperti di ITS, UGM, Amikom, Al-azhar kairo, UIN jogja dll. Hari terahir saya bersama teman-taman MA adalah saat wisuda, dan itu menjadi hari yang sangat berkenang dimana saat itulah akhirnya saya mendapat peringkat 1 dan terbaik nilai UN dan UAS dengan nilai rata-rata tertinggi. Alhamdulillah di akhir sekolah di MA, saya bisa membuktikan kepada orang tua saya yang saat itu hadir dalam acara wisuda pelepasan, bahwa saya benar-benar sungguh sungguh dalam belajar dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan mereka. Tapi untuk kuliah saya belum menemukannya.

kemudian saya disuruh ayah untuk cari-cari beasiswa di Jakarta, dengan diantar oleh om, saya berangkat ke Jakarta dengan dibekali ayah uang 1 jt dari meminjam uang dari kenalan ayah. Uang 1 jt itu saya gunakan untuk biaya mendaftar tes di universitas, biaya makan selama dijakarta dan biaya transportasi. Di Jakarta saya dititipkan pada adik Om saya yang masih kuliah, namanya kak muslihan, mahasiswa STEI SEBI ciputat. Kak mus lah yang mengantarkan saya ke beberapa universitas yang saya daftarin, dia juga yang menampung saya di kontrakannya selama di Jakarta.

Belum ada seminggu di Jakarta saya mendapat musibah kehilangan uang 700 Rb. Kejadiannya persis sepulang mendaftar SPMB di UNJ pada malam hari, dan saat itu posisinya hujan deras. Ketika saya turun dari angkot dan mau membayar ongkos saya tidak tau kalau dompet saya jatuh dan kebawa arus air yang menggenangi badan jalan, saya baru sadar dompet saya jatuh saat berteduh di warung dan mau membayar kopi hangat sama kak mus. Saya sama kak mus langsung berlari ke TKP dan mencari dompet saya dan tak menghiraukan hujan mengguyur tubuh kami yang sudah kecapean seharian mengantri mendaftar SPMB, tak lama kemudian hujan reda, dan dompet saya masih belum ditemukan. Kemudian saya pulang ke kontrakan sama kak mus dengan perasaan penuh kelesuan dan kesusahan. Uang saya saat itu hanya tinggal 20 ribu saja, dan mungkin hanya untuk bertahan hidup sehari di Jakarta. Padahal saya baru menggunakan uang untuk daftar SPMB saja, masih ada beberapa yang belum saya daftarkan. Esok setelah kejadian itu saya maen ke rumah kakek, dan dikasih jajan 100 ribu, dan uang itu saya gunakan untuk makan selama 3 hari dan transportasi untuk mendaftar di LippoBank Scholarship di tengerang.

Saat mendaftar di Lippo, ternyata persyaratan saya ada yang kurang, yaitu ijazah. Kemudian saya hubungi ayah, dan saya langsung disuruh ayah pulang sore harinya untuk mengambil ijazah, padahal uang saya gak cukup untuk beli tiket pulang. Terpaksa saya minta bantuan kak mus untuk membantu cari pinjaman uang untuk belik tiket pulang. Waktu terus berjalan sampai malam, dan saya belum mendapat pinjaman uang, sampai saya sama kak mus muterin daerah ciputat untuk mencari pinjaman ke teman-temannya, tapi pada gak punya, minjem ke bapak pemilik kontrakan yang galak pun dilakoni, tapi tetap aja nihil. Dan akhirnya kak mus menyuruh saya untuk menggadaikan hp sebagai jaminan pinjaman duit ke tetangga kontrakan, akhirnya saya mendapatkan pinjaman itu dan langsung menuju ke terminal pulau gadung pada jam 21.30.

Sesampai di rumah saya terpaksa bohong akan kehilangan uang yang 700 ribu itu, agar orang tua tidak terlalu kaget, cemas dan shock, biar saya saja yang merasakan dan tau hidup terlantar di Jakarta. Akhirnya saya tes lippo di semarang, dan seminggu setelah tes, benih keberhasilan pun saya raih, saya diterima oleh beasiswa Lippo, saya baru tahu dan merasakan ternyata ujian kehilangan uang 700 ribu itu diganti dengan diterimanya saya di Lippo Bank Scholarship. Dan akhirnya saya dapat melanjutkan kuliah saya tanpa merepotkan orang tua lagi, di universitas yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya, Universitas Trisakti, hanya orang-orang yang hidup kecukupan dan kaya saja bisa kuliah di sini, tapi dengan beasiswa Lippo saya yang hanya anak dari seorang guru dengan gaji pas pasan ini bisa kuliah di situ.

Saya menuliskan sekelumit cerita hidup saya ini setelah saya terinspirasi oleh pak jamil Azzaini pada acara training saat annual gathering CIMB Niaga Scholarship ke 3 tanggal 17-18 Juli 2009 di gunung geulis, Bogor. Umur saya 19 tahun sekarang.

Jakarta, 22 July 2009, 3:52 AM

“Apapun mereka bilang, tekadku takkan hilang, jalanku masih panjang, garis akhir yang ku pandang, bagai kerang yang membuat tangisan matanya oleh sibakan pasir menjadi mutiara indah”

TRADISI KHATAMAN AL-QUR’AN DI BULAN RAMADHAN


Salah satu amalan di bulan Ramadhan yang disarankan selain Shalat Tarawih adalah Tadaruss atau membaca kitab suci Al qur’an . Oleh karenanya tidak heran jika bulan Ramadhan tiba toko kitab atau penerbit kebanjiran order kitab suci Alqur’an. Selain mengganti yang rusak juga jumlahnya perlu ditambah , karena jumlah orang yang tadarus bertambah banyak dalam rangka mencari pahala di bulan puasa. Setiap masjid atau musolla melaksanakan tradisi baca Alqur’an ini dengan berbagai macam cara , diantaranya ada yang dilaksanakan sehabis shalat tarawih saja , setiap waktu dan ada pula yang dijadwalkan sehabis shalat wajib. Sehingga waktu hatamannya pun beragam ada yang lima hari sudah hatam , setengah bulan hatam dan ada pula yang sehari hatam besok paginya diulang hataman lagi begitu seterusnya sampai menjelang hari Raya,

“ Kalau di sini sejak jaman mbah-mbah saya dulu kegiatan khataman Alqur’an ini dilaksanakn setiap tanggal 17 Ramadhan ngiras peringatan Nuzulul Qur’an , peserta yang hadir disini adalah perwakilan dari jamaah 10 Musholla yang ada di kedungmutih ini , kurang lebih yang kami undang 300 orang “. Ujar Haji Yusuf pengurus Masjid Jami’ Baitul Makmur Kedungmutih yang di dampungi sekretarisnya Musa Abdillah S Hi.

Memang malam itu serambi masjid penuh dengan jamaah, baik orang tua , pemuda dan tak ketinggalan pula anak-anak ikut pula memperingati turunnya kitab suci Alqur’an. Tradisi ini sudah puluhan tahun diadakan dan tidak akan berhenti sampai akhir jaman nanti. Karena Alqur’an merupakan petunjuk bagi orang yang bertaqwa , dan kita semua ingin menjadi umat yang bertaqwa kepada Allah SWT.

Biaya bersama

Menurut Haji Yusuf, acara Hataman alqur’an ini menjadi agenda rutin Masjid yang telah direncanakan menjelang bulan puasa , selain kultum sebelum buka bersama dan shalat tarawih.Karena mebutuhkan biaya yang cukup besar maka untuk membiayai kegiatan yang mulia ini ditanggung bersama-sama seluruh kaum dengan jalan penjatahan infaq setiap jamah. Besarnya tergantung dari kemampuan warga , yang ekonominya mapan memberi sumbangan yang lebih dari yang lain. Sehingga setiap sore sebelum acara berlangsung pengurus dor to dor k e rumah jamaah menjemput sumbangan tersebut,

Tiba waktu acara tersebut seluruh warga menjalankan tugasnya masing-masing , ibu-ibu dan remaja putri kebagian memasak hidangan yang disajikan pada acara khotmil qur’an ini, Sementara bapak-bapak dan remaja putra membersihkan masjid dan menyiapakn tempat acara khataman Alqur’an tersebut.

Pelaksanaan acara khotmil qur’an ini sehabis shalat tarawih, sehingga tidak mengherankan sehabis shalat tarawih tamu undangan yang merupakan wakil berbagai musholla yang ada di desa Kedungmutih berbondong-bondong mendatangi masjid . Adapun prosesi khataman Al-qur’an diantaranya pembacaan tahlil , dilanjutkan dengan hataman alqur’an 30 Jus oleh 30 orang jamah dan dilanjutkan dengan do’a bersama memohon barokah dan keselamatan Allah SWT. Habis berdo’a seluruh jamaah makan bersama sebagai tanda syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rijeki dan kesehatan sehingga bisa menjalankan puasa .

“ Tradisi khataman al-qur’an ini sudah amat lekat di hati umat Islam , sehingga semua Masjid dan musholla dimanapun melaksanakan acara khataman alqur’an ini meskipun wujud ataupun betuk acaranya berbeda “, ujar Musa Abdillah SH, yang guru Madrasah Aliyah setempat.***

Keterangan gambar :

Suasana acara Khotmil Qur’an di masjid “ Baitul Makmur” Kedungmutih sederhana namun cukup meriah dalam rangka mencari barokah dari Allah SWT.

BERPUASA DITENGAH LAUTAN SAMPAH


Oleh Hibatun Wafiroh

BERPUASA DI TENGAH LAUTAN SAMPAH
Langit masih tampak gelap karena cahaya surya belum merambat ke permukaan belahan bumi yang kusinggahi. Udara pagi terasa sejuk menusuk tubuh nan menyehatkan. Kicauan burung perlahan terdengar dengan merdu. Suara bising kendaraan bermotor belum begitu mengganggu ketenangan sebab pemiliknya masih menikmati indahnya mimpi dan sebagian yang lain tengah asyik bermunajat kepada Sang Pencipta melalui berbagai aktivitas yang bernilai ibadah. Sedangkan aku harus segera meninggalkan gubuk kumuhku menuju tempat kerja yang juga tak kalah kumuhnya dengan mengenakan pakaian sederhana yang sudah tak layak pakai.


Berjalan kaki sejauh sekitar satu kilometer di pagi buta adalah kebiasaanku sejak tiga tahun yang lalu. Berjalan bukan untuk jogging ataupun jalan santai sambil menghirup udara segar, akan tetapi pekerjaan yang sedang kugeluti mengharuskanku untuk bangun pagi agar apa yang kudapatkan nanti hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Di usiaku yang baru menginjak lima belas tahun aku harus membanting tulang demi mempertahankan hidup di Surabaya. Di saat anak-anak lainnya dengan suka ria pergi ke sekolah dengan menenteng buku-buku pelajaran dan memakai seragam bersih, aku harus mengerahkan seluruh tenagaku untuk berebut sampah-sampah yang masih bisa didaur ulang di TPA. Sebuah tempat yang sering dihindari orang, justru kudatangi dengan disertai harapan yang tak pernah pupus.
“Ari, hari ini kita miskin. Tapi suatu hari insya Allah kita bisa terbebas dari jerat kemiskinan. Tentunya jika kita rajin bekerja. Maafkan Bapak karena tidak bisa mencukupi kebutuhan sehingga kamu harus bekerja di usiamu yang masih dini. Yakinlah suatu saat nanti Allah akan mengubah kondisi kita asalkan kita mau berusaha dan tidak putus asa mengharapkan anugerah-Nya,” nasihat bapak kepadaku sebelum malaikat Malik mencabut nyawanya. Berkat nasihatnya itulah aku tidak pernah lelah mengais rezeki dan selalu bersyukur meski uang yang kuperolehi dari memulung tidak banyak. Bapak selalu mengajarkanku bersyukur. Aku tahu banyak tentang Islam darinya. Sehingga selain orang tua, ia juga berperan sebagai guruku. Pendidikan pesantren yang pernah dicicipi bapak sewaktu kecil membuat imannya tebal dan ilmu-ilmunya itu pun disampaikan kepadaku dengan harapan agar aku menjadi orang yang bertakwa walaupun hidup jauh dari kesejahteraan materi, walaupun bangku pendidikan formal tak pernah kunikmati.
Sepeninggal ayah aku hidup sendiri di rumah yang terbuat dari kardus di daerah pinggiran Surabaya yang akan hancur jika diterpa hujan dan akan terasa panas jika musim kemarau tiba. Ibuku meninggal dunia sesaat usia melahirkanku. Sedangkan saudara dari jalur bapak dan ibu tidak ada satu pun yang tinggal di kota Pahlawan ini sebab orang tua yang sangat berjasa dalam hidupku itu berasal dari Lampung. Mereka memutuskan merantau ke Surabaya dengan harapan akan memperoleh penghidupan yang layak, tapi justru kenyataannya sebaliknya. Mereka malah menjadi pemulung.
Kakiku terus melangkah mendekati pusat pembuangan sampah yang kotor dan menjijikkan. Sesekali langkahku terhenti ketika melihat botol-botol kemasan air minum yang lantas kumasukkan ke dalam karung besar yang selalu kubawa ke mana-mana. “Alhamdulillah,” ucapku dalam hati setiap kali mendapatkan sampah. Sekecil apapun bentuknya aku harus bersyukur atas nikmat Allah itu. Barangkali dengan memperbanyak bersyukur, kelak Dia akan menganugerahkan rezeki yang banyak kepadaku.
Hari ini suasana tampak lain. Aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Bahagia bukan karena aku menemukan emas di jalan. Bahagia bukan karena aku memenangkan undian berhadiah seperti yang sering ditayangkan di televisi. Bahagia bukan karena saudaraku dari Lampung mengunjungiku. Bahagia bukan karena ada dermawan yang bersedia menyekolahkanku. Akan tetapi kebahagiaan itu bersemayam dalam hati sebab aku masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan, bulan yang selalu dinanti oleh muslim yang mengetahui keutamaan bulan ke sembilan dari kalender Hijriyah itu. Allah akan menebar rahmat-Nya kepada hamba yang mengharapkan pengampunan-Nya.
“Marhaban ya Ramadhan, marhaban ya Ramadhan, marhaban ya Ramadhan.” Berulang kali aku mengucapkan kalimat itu sebagai ungkapan rasa syukurku. Setiap bulan Ramadhan tiba air mataku tak kuasa kutahan lantaran aku ingat perkataan bapak yang sangat berbobot dan menyentuh.
“Anakku, besok kita akan menghadapi bulan Ramadhan. Sebagai orang yang beriman, kita harus menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan. Sebab Rasulullah pernah bersabda bahwa barang siapa yang berusaha dengan disertai keimanan dan keikhlasan, maka Allah akan mengampuni seluruh dosa kecil yang pernah diperbuatnya. Maka dari itu, jangan sampai kita melewatkan momen penuh pengampunan itu dengan sia-sia. Jangan jadikan kemiskinan sebagai alasan pembenar untuk tidak berpuasa. Kita ini memang pemulung dan dianggap hina oleh sebagian orang, tapi jangan sampai kita dianggap hina pula oleh Allah. Kita telah merasakan hidup sengsara di dunia, tapi jangan sampai di akhirat nanti kita merasakan kesengsaraan yang lebih berat lagi,” bapak menasihatiku banyak lebar dan menceritakan pula kisah-kisah ulama terdahulu yang bisa dijadikan teladan. Ilmu agama yang didapatkannya selama nyantri di pesantren As Salam Lampung masih diterapkannya hingga akhir hayatnya. Setiap hari di saat menjalankan rutinitasnya sebagai pemulung dia selalu membawa pakaian bersih yang ditaruh di dalam kantong plastik untuk dipakai ketika adzan Dzuhur dan Ashar dikumandangkan.
Kebiasaan mulia bapak perlahan menjadi kebiasaanku. Meski aku akan berpanas-panasan di bawah terik matahari dengan keringat yang bercucuran dari sekujur tubuh, aku tetap berpuasa. Aku harus menahan lapar dan dahaga demi meraih ridha-Nya. Aku harus mewujudkan wasiat dan keinginan bapak. Sebelum menghembuskan napas yang terakhirnya, dia berpesan supaya aku selalu menjalankan perintah Allah. Aku tak boleh bermalas-malasan sehingga shalat terlalaikan. Aku tak boleh jatuh ke dalam arus kemaksiatan. Semoga Allah memudahkan jalanku. Allahumma yassir lana umurana, sebuah doa yang pernah diajarkan bapak.
***
Usai menjual sampah hasil pulunganku, aku langsung menuju tempat yang biasa kusebut rumah. Segera kuganti pakaian kotorku dengan pakaian bersih yang dibelikan bapak sewaktu lebaran tiga tahun yang lalu. Ini adalah satu di antara dua pakaian terbaikku. Aku mengenakannya untuk shalat, baik di masjid yang jaraknya sekitar 200 meter dari tempatku maupun di mushalla dekat tempatku mengais rezeki. Karena kondisi rumah yang sangat sempit dan tidak rapi, aku selalu melaksanakan ibadah yang menjadi tiang agama Islam itu di masjid dan mushalla. Walaupun hujan begitu deras, aku tak pernah meninggalkannya. Aku takut dengan siksa bagi orang yang meninggalkan shalat yang pernah diceritakan oleh bapak dulu.
Matahari sudah berada di langit sebelah barat. Kulihat jam dinding yang menempel di atas pintu masjid. Jarumnya telah menunjukkan pukul lima. Itu artinya sekitar tiga puluh menit lagi waktu Maghrib akan tiba. Selama bulan Ramadhan di masjid Al Muttaqin ini selalu diadakan pengajian sore yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama dan shalat Maghrib berjamaah. Aku tak pernah melewatkannya karena aku haus akan pengetahuan. Di samping itu, berbuka di masjid dengan hidangan yang terjamin bersama banyak orang akan terasa lebih nikmat.
Kali ini yang mengisi pengajian adalah Ustadz Mukhlas. Pemuda yang kaya akan ilmu agama itu memang sering mengisi kegiatan di masjid. Dia sangat terbuka dengan siapa saja. Sifatnya yang ramah dan rendah hati membuatnya dikenal baik oleh penduduk sekitar sini. Aku pun sering curhat dan bertanya kepadanya. Sosoknya mengingatkanku kepada bapakku yang sudah tiada di dunia ini karena mereka berdua sama-sama memperhatikan nilai-nilai agama. Hanya saja ayah lebih sibuk di TPA sehingga tidak terlalu sering ke masjid. Berbeda dengan Ustadz Mukhlas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di masjid.
“Allahu Akbar Allahu Akbar. Allahu Akbar Allahu Akbar. Asyhadu an la ilaha illallah. Asyhadu an la ilaha illallah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya ‘alas shalah. Hayya ‘alas shalah. Hayya ‘alal falah. Hayya ‘alal falah. Allahu Akbar Allahu Akbar. La ilaha illallah.” Adzan Maghrib telah dikumandangkan oleh muadzdzin. Sebelum berbuka aku berdoa dulu agar puasaku diterima oleh Allah dan apa yang kumakan dipenuhi berkah. Tegukan air minum perlahan membasahi kerongkonganku yang seharian kering diterpa panas. Aku pun makan dengan lahapnya. Demikian juga dengan pengunjung masjid yang lainnya.
“Ya Allah, terima kasih Engkau masih memberiku kesehatan sehingga aku bisa beribadah di bulan puasa ini. Terima kasih Engkau telah memberiku kekuatan sehingga aku bisa menjalankan puasa di antara tumpukan sampah yang tak terhitung kadar jumlahnya. Terima kasih Engkau telah memberiku rezeki berupa makanan lezat yang ada di depanku ini. Berkahilah hari-hariku. Amin...” Doaku dalam hati.

Lebaran Ke Pantai Teluk Awur Jepara, Duh Asyiknya!


Indahnya Pantai Teluk Awur

PDF Cetak E-mail
Penilaian Pembaca: / 1
BurukTerbaik
Ditulis Oleh Fatkhul Muin
10-09-2009,
Salah satu pantai di kabupaten Jepara yang cukup indah dan menarik untuk di kunjungi adalah Pantai Teluk Awur. Disebut Teluk memang kondisi lautnya yang menjorok ke daratan, sehingga panjang pantai kalau dilihat tidak lurus memanjang namun mendekati bentuk setengah elips.
Dalam situs pemerintah kabupaten Jepara pantai Teluk Awur ini belum masuk pada daerah tujuan wisata kabupaten Jepara, namun demikian jika dilihat pantai ini tidak kalah menariknya dengan pantai Kartini Jepara ataupun pantai Tirto Samudra Bandengan.

Jika hari Minggu atau libur pantai ini cukup ramai dikunjungi oleh pelancong baik dari sekitar Jepara sendiri, ada pula warga luar kota Jepara yang juga mampir mencoba melihat keindahan pantai yang masih alami ini. Dikatakan alami pantai ini sama sekali belum terpoles oleh unsur pariwisata, tidak ada tempat parkir. Karcis tanda masuk maupun rumah-rumahan tempat untuk berteduh. Namun demikian pengunjung tidak akan kepanasan karena sepanjang pantai ini penuh dengan tanaman hijau yang dapat digunakan untuk berteduh. Wisatawan yang datang cukup dengan menggelar tikar dibawah rimbunnya tanaman sembari menikmati semilirnya angin pantai , indahnya ombak yang bergulung tak lupa menikmati bekal dari rumah sungguh nikmat rasanya.

Bukan itu saja sebagian pantai ini juga rimbun dengan tanaman mangrove yang ditanam oleh kamunitas pecinta alam dan pantai sebagai pilot proyek penanggulangan abrasi pantai yang saat ini telah menggerus pantai di Jepara khususnya bagian selatan. Mangrove ini tumbuh cukup rimbun sehingga cukup nyaman untuk tempat berteduh, Namun sayang saking rimbunnya kadang-kadang tempat ini digunakan pacaran para muda-mudi yang sedang dimabuk cinta.

Berenang sepuasnya
Untuk fasilitas pendukung meskipun cukup sederhana warga sekitar telah menyediakannya untuk kenyamanan para pengunjung. Tempat parkir misalnya untuk mobil tidak masalah disana tenpatnya cukup luas tinggal memilih ditempat mana kita mau parkir, untuk kendaraan roda dua bisa langsung diparkir di bibir pantai sehingga jika ramai Sepeda motor kelihatan berjajar rapi.

Untuk yang mempunyai hobi berenang Pantai Teluk awur kondisi airnya cukup bersih karena jauh dari lalu lalangnya perahu dan kapal, sehingga aman jika digunakan untuk mandi dan berenang. Bagi yang tidak bisa berenang warga sekitar telah menyediakan ban-ban mobil yang besar sehingga bisa digunakan untuk berenang dipinggir pantai, biaya sewanyapun relatif murah sekali pakai Rp 1.000-Rp 2.000. Begitu pula tempat mandi bilas, warga sekitar juga telah menyediakannya meskipun kondisinya sederhana namun bisa digunakan untuk membersihkan badan dari asinnya air laut.

Sehingga sayang jika kita telah sampai di pantai ini tidak nyebur ke laut, jadi bila pembaca mencoba datang jangan lupa membawa baju renang dan peralatan untuk mandi bila tidak ingin menyesal jika pulang.

Yang mempunyai hobi memancing pengunjung juga bisa menuntaskan kesenangannya di pantai ini. Selain ikannya cukup lumayan, juga kita bisa menyewa perahu jika ingin ke tengah laut.

Soal makanan, bagi pengunjung yang tidak membawa bekal warga menyediakan berbagai macam menu yang bisa dipilih, dari makanan kecil, minuman ringan sampai dengan nasi beserta lauk pauknya. Harganyapun relatif murah, sehingga bagi wisatawan yang kantongnya pas-pasan tidak ada halangan untuk mengunjungi pantai ini.

Khusus untuk Liburan hari lebaran, tempat ini juga menyediakan hiburan yang menarik misalnya pentas music atau kesenian lainnya. Oleh karenanya untuk liburan lebaran nanti tidak ada ruginya bila Anda menyempatkan mengunjungi obyek wisata pantai yang murah meriah ini. Selamat mencoba.

PETANI GARAM JEPARA PANEN RAYA


Pertengahan bulan September ini petani garam dikecamatan Kedung yang meliputi Desa Kedungmalang, Panggung, Surodadi , Kalianyar mulai panen raya. Garam yang mereka tunggu-tunggu sekian bulan sudah bisa diambil setiap harinya. Jerih payah mereka hampir tiga bulan sudah terbayar dengan lakunya garam mereka sehingga uangnya bisa dugunakan untuk menutup kebutuhan sehari. Petani garam yang tidak mempunyai modal banyak biasanya hasilnya dijual langsung pada pengepul. Hal itu disebabkan mereka telah lebih dahulu ngutang pada tetangga atau warung untuk mencukupi kebutuhan harian sebelum panen .

" Alhamdulillah ladang garam kami sudah panen , uang penjualan garam bisa untuk bayar utang pada warung tetangga. Maklum kami tak punya tabungan ", ujar Sodikin (50) Petani garam dari Desa Kalianyar . Lain lagi dengan Asnawi , petani garam dari desa Kedungmalang garam yang dia hasilkan langsung dimasukkan kedalam gudang untuk disimpan dan dijualnya nanti jika harga garam sudah tinggi. Menurutnya harga garam pada bulan ini masih tergolong baik yakni masih diatas Rp 15.000,- perkwintalnya. Namun melihat situasi alam yang kurang bersahabat yaitu banyak mendung dan gudang-gudang masih kosong maka ia pituskan untuk disimpan. Toh untuk kebutuhan seharinya ia cukupi dari pekerjaan lainnya. Sehingga untuk garam yang ia hasilkan difokuskan untuk disimpan sebagai tabungan. Setelah nanti harga sudah berlipat nanti gudang baru di bongkar. " Petani garam kalau tidak punya simpanan garam kurang hasil. Karena ketika panen raya harga ambruk , ketika harga sudah membaik gudang sudah kosong. Padahal harga garam bila disimpan menurut pengalaman tidak pernah rugi "., ujar Asnawi (45) petani garam yang juga menjadi sopir carteran. Sementara itu Aan Suhadak (25) pedagang garam dari desa kedungmalang mengatakan, harga garam pada musim tahun ini tergolong baik, karena selain stoknya masih sedikit juga cuaca kurang mendukung. Sehingga garam hasil panen petani kebanyakan dimasukkan ke gudang petani sebagai simpanan nanti dijual ketika harga lebih tinggi. Akibatnya para bakul kesulitan untuk mencari barang dagangan , akibatnya meskipun saat ini telah panen raya harga masih baik yaitu Rp 5.000,- perkeranjangnya. Namun demikian kalau sehabis lebaran ini tidak ada hujan harga garam akan berangsur turun seiring dengan telah penuhnya gudang garam para petani. Ketika harga murah inilah para bakul dapat meraup keuntungan yang cukup lumayan , dibandingkan sebelum gudang garam para petani penuh. Kami para pengepul akan mendapat keuntungan bila harga garam telah turun, namun demikian saya prediksi harga garam sampai habis lebaran akan baik , karena cuacanya mulai mendekati musim penghujan, padahal gudang para petani saat ini belum ada yang penuh “ , kata Aan yang memasarkan garam sampai luar Jawa

BANK SYARIAH ,BANK YANG BERKEADILAN

BANK SYARIAH ,BANK YANG BERKEADILAN


Oleh Fatkhul Muin

Pertama kali muncul istilah Bank Islam atau lebih umumya disebut Bank Syariah saya menganggap itu hanya nama saja sehingga sayapun cuek dengan hal tersebut diatas. Namun setelah saya diajak teman untuk mengikuti serasehan ekonomi syariah yang salah satu diantara pembicaranya adalah Account Manager Bank Muamalah Semarang mas M. Abbas ST pemikiran saya mengenai Bank Syariah lebih terbuka. Diantara yang melegakan hati saya di Bank Syariah tidak mengenal riba atau rente seperti yang dilakukan oleh Bank Konvensional , namun istilahnya adalah bagi hasil dengan nisbah yang telah ditentukan atau menurut kesepakatan . Kesepakatan yang lazim disebut akad atau ijab kabul inilah yang menjadi prinsip berjalannya lembaga keuangan syariah termasuk Bank Syariah. Dilihat sepintas memang prinsip ini hampir sama dengan prinsip konvensional yang menerapkan prosentase dalam menghitung bagi hasil, namun pada prinsip syariah ini nilai bagi hasil tidak ditentukan pada awal kerjasama, namun yang ditentukan adalah nilai ( kadar ) nisbahnya. Sehingga bagi hasil dihitung dari besar kecilnya pendapatan lembaga pada kurun waktu tertentu , oleh karenanya jumlah bagi hasil tidak dapat ditentukan pada awal kerjasama namun baru diketahui setelah usaha itu berjalan.

Sebaliknya bila kita menabung di bank konvensional jumlah bunga telah ditentukan diawal kerjasama besarnya yaitu prosentase bunga dikalikan jumlah uang yang disimpan, akibatnya bila lembaga mengalami kerugian jumlah bunga tidak akan berkurang . Hal inilah yang mengakibatkan banyak bank konvensional yang mengalami kebangkrutan ketika krisis ekonomi menerpa negeri kita, bahkan dalam kondisi pemulihan ekonomipun masih ada bank konvensional yang bangkrut. Lain dengan Bank syariah perhitungan bagi hasil yang ditentukan pada awal kerjasama adalah kadar ( nisbah ) pembagiannya , sehingga perolehan bagi hasil ditentukan dari mengalikan nilai nisbah dengan perolehan pendapatan setelah ketemu angkanya baru disetarakan dalam wujud prosentase. Oleh karena itu saya berkeyakinan bila system itu dilaksanakan dengan benar , tidak ada kamusnya bila bank Syariah itu mengalami kebangkrutan. Kalaupun ada itu factor lain diluar factor hitungan bagi hasil.

Untuk pembiayaannyapun Bank syariah mempunyai aturan islami yang berkeadilan , dengan berbagai macam akad yang dapat dipilih dan menjauhkan diri dari perlakuan menang sendiri. Meskipun dalam prakteknya agak sedikit rumit yang berkaitan dengan berbagai macam kondisi si pemakai modal tersebut , diantaranya harus dipilih akad yang sesuai , data yang benar dan akurat, serta survey atau kelayakan usaha yang teliti. Itu semua dilakukan oleh bank dalam rangka menjauhkan diri dari kerugian kedua belah fihak. Kalaupun mengalami kerugian nilainya nyapun tidak begitu besar, karena telah dihitung dengan matang, Lain dengan system konvensional nasabah tinggal teken aturan yang ditetapkan oleh bank, bila terjadi kerugian bank tidak mau tahu , dengan penerapan langkah terakhir pelelangan jaminan.

Memang sepintas orang mengatakan prinsip syariah dan konvensional itu sama , namun menurut hemat penulis meskipun kelihatannya sama namun berbeda hukumya. Itu bisa kita samakan dengan kenyataan yang ada misalnya : nikah dengan cara ijab Kabul sesuai dengan hukum agama rasanya akan sama dengan kumpul kebo tanpa ikatan nikah. Begitu pula hewan sembelihan ketika menyembelihnya menyebut asma allah itu halal rasanya sama dengan hewan yang tidak disembelih sehingga dagingnya dihukumi haram

Oleh karenanya kita sebagai orang muslim harus mengubah sikap dan prilaku kita yang berkaitan dengan lembaga perbankan, beralih dari konvensional ke syariah. Toh sekarang bank –bank syariah kini telah menyamakan pelayanannya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Untuk kantor pelayanannyapun dari waktu ke waktu akan terus bertambah. Mari kita berubah ke yang lebih baik dan di ridhoi Allah.