Kamis, 17 September 2009

the sort story of me

Selasa, 2009 Juli 21

http://2.bp.blogspot.com/_chiK8EVz9CI/SmYujza2NAI/AAAAAAAAACc/6CF8o43UHYg/s320/IMG4025A.jpg

"Saya Ahmad Aula Rifqi adalah orang spesial"

Saya juga sangat spesial karena saya berbeda dengan orang lain di muka bumi ini, sebelum saya ada maupun setelah saya tiada tidak aka ada orang yang akan menyamai dengan diri saya,fisik saya, pengalaman hidup saya, kesusahan saya,kebahagian saya, perjalanan kehidupan saya dahulu dan masa depan saya, tidak akan ada orang satupun yang dapat menyamainya. Saya terlahir pada 16 September 1989 atau pada hari sabtu. Ayah saya M.Syafiq dan Ibu saya Zuyyinah, ayah saya baru wisuda S1 bulan Mei 2009 kemarin, sebelumnya ayah saya hanya D3 dari IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta (sekarang UIN)tahun 1988. Ibu saya hanya lulusan MA (Madrasah Aliah Salafiah) di Kajen.

Saya dibesarkan oleh ayah dan ibu saya di desa kedungmutih ikut kabupaten demak, hampir 50 km dari kabupaten jika ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 2 jam naik angkutan umum. Dari kecamatan 30 km jaraknya dan harus menempuh jalan darat yang rusak dan berlubang. Tapi desa saya hanya 11 km dari kabupaten Jepara, 15 menit jika ke kabupaten Jepara. Kebanyakan penduduk desa saya adalah nelayan laut, yang selalu berangkat melaut malam dan pulang di pagi harinya. Saya bersyukur di besarkan oleh keluarga yang bukan bekerja jadi nelayan, seandainya ayah saya nelayan, saya pasti jarang mendapat kasih sayang dan pendidikan langsung dari beliau. Saya beruntung, karena kedua orang tua saya adalah guru. Guru di sekolah dan juga guru bagi kehidupan saya. Rumah saya sederhana terletak didepan SDN 01 kedungmutih dan hanya 50 m dari pasar desa.

Sejak kecil saya dididik oleh ayah dan ibu saya dengan keras, tidak terhitung berapa kali saya dipukul ayah karena saya nakal saat kecil, tapi itu bukti kalau orang tua saya perhatian dan sayang sama saya. Memang masing-masing punya cara tersendiri untuk mendidik anaknya. Saat kecil saya pernah tidak diberi uang jajan selama seminggu saat kelas 1 MD (Madrasah Diniyyah) saat itu jajan saya hanya 100 rupiah karena saya menyobek uang 1000, saat istirahat temen-temen pada jajan, saya hanya melihat saja, sambil gigit jari. Saya pernah diceburkan di kolam belakang rumah, mau diceburin di sumur, dibenturkan ditembok, ditampar, dibodoh-bodohin, dipukul pakai sapu, ya itu karena saya saat kecil sering tidak patuh pada orang tua. Saya yakin orang tua saya memberikan yang terbaik buat saya, mereka mau saya menjadi anak yang taat pada orang tua.

Saya mulai TK sampai MTS (setara SMP) di desa sendiri, mulai TK, MD, dan MTS semuanya di Ribhul Ulum. Saat TK saya diajarkan menulis dan bernyanyi sama bu Habiba, bangunan sekolah TK saya hanya terbuat dari papan, alat peraga apa adanya, bahkan tidak ada, lantainya masih tanah, tak ada tempat bermain, saya sama teman-teman hanya bisa bermain kejar-kejaran dan main pasir di depan sekolah. Ya maklum sekolah di kampung yang jauh dari kota, dan hidup di daerah pantai memang segitu sudah cukup. Tiap pulang dari TK saya biasa bermain sama teman-teman yang dekat rumah, kak nazil, kak anwar, kak bahrul, dan kak mif sepupuku adalah teman sepermainanku. Saya dan teman-teman biasa bermain di dekat sungai, mencari kepiting kecil, memancing ikan sepat, blodog, dan mujair biasa kami lakukan.

Saat selesai dari TK, saya disekolahkan ayah di SDN 02 Kedungmutih, letaknya juga tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekitar 150 m, sedangkan sepupu dan teman sepermainanku saat TK terpisah sekolahnya, mereka di SDN 01. Awal masuk SD kelas satu saya bandel, sering bermain sama kakak kelas 4 dan 5, pernah melempar batu ke anak kelas 6, tapi untung dia tidak marah. Sering saya ujian nyontek sama teman yang pintar yaitu mudzakir, disuruh hafalin perkalian tidak mau, disuruh maju pun ogah ogahan, tapi walaupun seperti itu kenakalan saya saat kecil sedikit demi sedikit saya mulai berubah, Alhamdulillah saya dapat peringkat 2 kadang 3 dan 1, dan selama saya SD tidak pernah peringkat di atas 3, tiap dapat juara kelas saya diberi hadiah buku dan alat tulis dari bapak/ibu guru, itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi saya. Bangunan SD saya juga hampir sama seperti bangunan TK, cuman bangunan SD sudah memakai tembok, tapi temboknya sudah banyak yang berlubang, ubinnya juga sudah banyak yang copot dan rusak. Halaman SD juga tak kalah parahnya, apalagi saat musim hujan pasti banjir, dan becek, soalnya halaman SD yang sebesar lapangan bola itu hanya berupa tanah lapang, tak ada rerumputan, maupun pohon, jadi maklum kalau hujan semua halaman becek.

Saya sekolah SD sampai kelas 5 bisa dihitung jari pakai sepatu, sering pakai sandal jepit, alasannya karena pertama malas pakai sepatu, dan juga kondisi sekolah tidak memungkinkan untuk memakai sepatu. Guru-guru juga jarang negor kalau kita gak pakai sepatu. Guru SD saya saat kelas satu bu Nur, kelas 2 bu Tatik, kelas 3 pak Ahmadi, kelas 4 pak Selamet, kelas 5 pak selamet lagi, dan pak Malawi yang mengajar pendidikan agama . Saat kelas 5 catur wulan ke 3 saya pindah ke SDN 01 kedungmutih yang berada di depan rumah saya. Kelas 5 dan kelas 6 SD saya diajar pak Wiyono. Pak wiyono adalah guru paling baik saya saat SD, beliau banyak menginspirasi saya. Sejak pindah dan diajar sama pak wiyono saya lebih semangat dalam belajar, apalagi saat pelajaran olahraga senam SKJ 2000, saya sangat semangat . Terima kasih pak wiyono engkau telah mengajarkan banyak hal padaku. Saat SD waktu bermain saya agak berkurang, saya sering bermain di rumah saja, paling-paling bermain diluar kalau ada teman yang nyamperin, seperti memancing, cari sarang burung di tambak belakang desa, jalan beratus ratus meter demi cari telur burung, maka wajar wajahku dan kebanyakan teman-temanku agak hitam, karena sering maen di bawah terik matahari dan lupa waktu.

Setelah lulus SD, saya melanjutkan di MTs (Madrasah Tsanawiyah Ribhul Ulum). Di MTs ini saya bertemu dengan teman-teman lama dari SDN 02 dan juga dari SDN 01, semua kumpul jadi satu, dan juga ada beberapa teman dari luar desa. Saat masa orientasi MTs, ayah saya jatuh sakit muntah darah, dan dirawat di RS Kudus seminggu dan kemudian di rujuk ke RS karyadi semarang dan RS Kartini Jepara karena tidak ada perubahan. Saat itu saya sangat sedih, tubuh ayah yang dulunya gemuk jadi tiba-tiba kurus dan wajahnya pucat, seperti tidak ada harapan, tiap kali batuk darah pasti seember kecil darah keluar. Padahal saat itu adikku yang ke 2 baru berumur 5 bulan, ibu harus bolak balik dari kudus ke demak karena mengurus rumah juga. Ibu selalu berdoa untuk kesembuhan ayah, sehabis dari RS di kudus ibu selalu mengis melihat kondisi ayah. Tapi Alhmdulillah Allah memberikan jalan kesembuhan bagi ayah. Ternyata penyakit ayah karena teluh dari orang yang iri, karena ayah adalah kepala sekolah MA di desa.

Di MTs saya masih bisa mempertahankan prestasi di 3 besar. Mata pelajaran yang paling saya benci saat di MTs adalah Matematika, karena gurunya neranginnya tidak jelas, dan gak enak, makanya kalau ada ujian, pasti nilai yang paling jelek ada di matematika, nilai UN pun yang paling jelek matematika, Cuma dapat 5,06 saja. Ya Alhamdulillah walaupun kecil, saya masih bisa lulus, dan dapat peringkat ke 3, karena bisa ditutupin dengan nilai mata pelajaran lain. Di MTs saya paling suka dengan ekstra kurikuler pramuka, dengan kakak Pembina Ishak, paling semangat kalau ada jambore tahunan di kecamatan atau kegiatan perkemahan. Di kelas 3 pernah diangkat jadi ketua putra penggalang.

Setelah lulus MTs, ayah saya memasukkan saya di pesantren atau MA Raudlatul Ulum (YPRU) di daerah guyangan-Trangkil-Pati, deket sama kota juana, kalau dari rumah sekitar 4 jam perjalanan naik bus. Di MA ini saya benar benar merasakan jauh dari orang tua, gak kenal sama teman-teman, semua serba asing, dan harus pandai pandai ngirit uang, karena sebulan cuma dibudget ayah 200.000, itu meliputi uang SPP, uang pesantren, uang makan dan lain lain, dan Alhamdulillah cukup. Sekali makan saja hanya sekitar 1000-1500 rupiah, nasi sama sayur plus tempe hanya 800 rupiah, gorengan hanya 200 rupiah. Di pesantren dilarang bawa hp, kalau mau hubungi keluarga hanya bisa dari wartel. Hari pertama di pesantren saya mencoba mencari teman, kenalan sama teman baru, dan berusaha menyesuaikan dengan lingkungan. Dan saat seminggu pertama masih homesick dan pernah nangis di kamar mandi karena jauh dari orang tua. Sebulan di pesantren, Alhamdulillah saya cepat adaptasi, dapat teman-teman baik, dan bisa mengikuti budaya pesantren. Ngaji sorogan kitab kuning sama kyai, biasanya sehabis maghrib tiap hari, kitabnya fathul Muin diasuh oleh kyai Faruq, Riyadus Sholihin oleh kyai Humam dan Syarah Alfiah oleh kyai Najib, dan sehabis asar pada hari senin dan rabu kitabnya Tanbighul Ghofilin oleh kyai Najib, dan sehabis subuh pada hari jumat dan sabtu kitabnya Fathul Qorib oleh kyai Faruq.

Di pesantren wajib solat jamaah magrib, isyak, dan Subuh, kalau ada yang telat Jama’ah akan kena ta’zir sebesar 2000 rupiah, kalau ada yang ngerokok di gundul petak, klo ngulang ngerokok lagi di kurung di kamar mandi sejam kemudian di gundul lagi dan disuruh berdiri di depan aula pesantren. Kalau main poker atau kartu juga di gundul di depan aula pondok atau menghatamkan Al-qur’an. Ketahuan melompat pagar atau tidak berada di pesantren pada jam yang telah ditentukan akan diancam dikeluarkan dari pesantren. Tidur saat jam belajar harus push up di depan aula pondok, main play station (PS) disuruh berdiri didepan aula pondok, tidak punya sandal jepit untuk ke kamar mandi di coret coret mukanya pakai arang, ketahuan tidur di rumah warga dan ngerokok kena bogem bagian keamanan, katahuan ghosob sandal didenda, wah apalagi ketahuan mencuri dikelurkan dari pesantren setelah kena bogem bagian keamanan.

Sekolah masuknya jam 6.45 pagi dan kalau yang anak putri masuknya jam 13.00 karena ruangannya gentian, dan dipisah antara putra dan putri. Kalau telat akan kena denda 20.000 dan materai, dan wajib pakai atribut, ketahuan gak lengkap atributnya denda lagi double. Dulu saya kelas X MA dilantai tiga gedung baru, anginnya yang sepoi-sepoi sering membuat saya ngantuk saat jam 8an dan 11an. Dan sering juga saya bersama teman-teman saat diajar kitab kuning oleh guru yang sudah sepuh tidur tanpa sembunyi-sembunyi. kelas X pringkat saya menurun, karena memang disitu anak-anaknya pintar pintar, tapi masih 10 besar, kelas XI saya masuk jurusan IPA, karena mulai hidup di pesantren dan jauh dari orang tua, saya lebih semangat dalam belajar dan tidak mau membuat mereka kecewa. Matematika yang dulunya saya benci saya mulai menyukainya, dan mata pelajaran yang berhubungan denga exact semua saya sukai. Kelas XII saya masih di kelas IPA 1, ya saat itu kelas saya selalu di anak emaskan oleh sekolah saya, ya mungkin karena anak-anak kelas saya pintar –pintar. Padahal pintar si gak terlalu,cuma satu dua orang saja yang pintar, tapi bisa menutupi kekurangan teman-teman lain saja.

Di kelas 3 ini karakter masing-masing mulai kelihatan, ada yang suka dengan kitab-kitab kuning, ada yang suka dengan hitung-hitungan ,ada yang tengah tengah saja, ada yang hanya suka ngomong, ada yang pendiem, ada yang spesialis bikin lucu, ada yang hanya tidur-tiduran saja. Kalau saya sendiri orangnya agak pendiem, lebih suka ngisi waktu kosong kalau tidak ada guru dengan tidur, kadang latian soal-soal matematika, baca buku biologi, nulis puisi dan sering juga iseng kirim surat bangku ke anak putri. Saat menjelang lulus MA saya sempat punya cita cita jadi dokter, dan saya mendaftar beasiswa dari departemen agama, untuk kuliah di UNAIR Surabaya, hal ini karena kalau tanpa besiswa saya tidak akan bisa melanjutkan pendidikan, orang tua tidak sanggup membiayai kuliah saya, tambak orang tua sudah disewakan sama orang dengan harga murah, gaji sebagai guru MA swasta di desa cuma sedikit hanya bisa buat makan sebulan dan biaya 2 adik saya yang masih SD dan MTs, itupun kurang, disamping kerja sampingan sebagai penjual bibit udang untuk tambah tambahan saja. Tes beasiswa dari Depag sesi pertamadi Semarang lulus, akan tetapi sesi keduanya di UNAIR gagal, dan saat itu saya putus asa, kemana lagikah saya mencari beasiswa, kuliah tanpa merepotkan orang tua.

Sampai saat wisuda pelepasan pun saya belum dapat jawaban tentang kepastian akan melanjutkan kuliah dimana, sedangkan teman teman sekelas saya sudah banyak yang diterima di beberapa universitas, seperti di ITS, UGM, Amikom, Al-azhar kairo, UIN jogja dll. Hari terahir saya bersama teman-taman MA adalah saat wisuda, dan itu menjadi hari yang sangat berkenang dimana saat itulah akhirnya saya mendapat peringkat 1 dan terbaik nilai UN dan UAS dengan nilai rata-rata tertinggi. Alhamdulillah di akhir sekolah di MA, saya bisa membuktikan kepada orang tua saya yang saat itu hadir dalam acara wisuda pelepasan, bahwa saya benar-benar sungguh sungguh dalam belajar dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan mereka. Tapi untuk kuliah saya belum menemukannya.

kemudian saya disuruh ayah untuk cari-cari beasiswa di Jakarta, dengan diantar oleh om, saya berangkat ke Jakarta dengan dibekali ayah uang 1 jt dari meminjam uang dari kenalan ayah. Uang 1 jt itu saya gunakan untuk biaya mendaftar tes di universitas, biaya makan selama dijakarta dan biaya transportasi. Di Jakarta saya dititipkan pada adik Om saya yang masih kuliah, namanya kak muslihan, mahasiswa STEI SEBI ciputat. Kak mus lah yang mengantarkan saya ke beberapa universitas yang saya daftarin, dia juga yang menampung saya di kontrakannya selama di Jakarta.

Belum ada seminggu di Jakarta saya mendapat musibah kehilangan uang 700 Rb. Kejadiannya persis sepulang mendaftar SPMB di UNJ pada malam hari, dan saat itu posisinya hujan deras. Ketika saya turun dari angkot dan mau membayar ongkos saya tidak tau kalau dompet saya jatuh dan kebawa arus air yang menggenangi badan jalan, saya baru sadar dompet saya jatuh saat berteduh di warung dan mau membayar kopi hangat sama kak mus. Saya sama kak mus langsung berlari ke TKP dan mencari dompet saya dan tak menghiraukan hujan mengguyur tubuh kami yang sudah kecapean seharian mengantri mendaftar SPMB, tak lama kemudian hujan reda, dan dompet saya masih belum ditemukan. Kemudian saya pulang ke kontrakan sama kak mus dengan perasaan penuh kelesuan dan kesusahan. Uang saya saat itu hanya tinggal 20 ribu saja, dan mungkin hanya untuk bertahan hidup sehari di Jakarta. Padahal saya baru menggunakan uang untuk daftar SPMB saja, masih ada beberapa yang belum saya daftarkan. Esok setelah kejadian itu saya maen ke rumah kakek, dan dikasih jajan 100 ribu, dan uang itu saya gunakan untuk makan selama 3 hari dan transportasi untuk mendaftar di LippoBank Scholarship di tengerang.

Saat mendaftar di Lippo, ternyata persyaratan saya ada yang kurang, yaitu ijazah. Kemudian saya hubungi ayah, dan saya langsung disuruh ayah pulang sore harinya untuk mengambil ijazah, padahal uang saya gak cukup untuk beli tiket pulang. Terpaksa saya minta bantuan kak mus untuk membantu cari pinjaman uang untuk belik tiket pulang. Waktu terus berjalan sampai malam, dan saya belum mendapat pinjaman uang, sampai saya sama kak mus muterin daerah ciputat untuk mencari pinjaman ke teman-temannya, tapi pada gak punya, minjem ke bapak pemilik kontrakan yang galak pun dilakoni, tapi tetap aja nihil. Dan akhirnya kak mus menyuruh saya untuk menggadaikan hp sebagai jaminan pinjaman duit ke tetangga kontrakan, akhirnya saya mendapatkan pinjaman itu dan langsung menuju ke terminal pulau gadung pada jam 21.30.

Sesampai di rumah saya terpaksa bohong akan kehilangan uang yang 700 ribu itu, agar orang tua tidak terlalu kaget, cemas dan shock, biar saya saja yang merasakan dan tau hidup terlantar di Jakarta. Akhirnya saya tes lippo di semarang, dan seminggu setelah tes, benih keberhasilan pun saya raih, saya diterima oleh beasiswa Lippo, saya baru tahu dan merasakan ternyata ujian kehilangan uang 700 ribu itu diganti dengan diterimanya saya di Lippo Bank Scholarship. Dan akhirnya saya dapat melanjutkan kuliah saya tanpa merepotkan orang tua lagi, di universitas yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya, Universitas Trisakti, hanya orang-orang yang hidup kecukupan dan kaya saja bisa kuliah di sini, tapi dengan beasiswa Lippo saya yang hanya anak dari seorang guru dengan gaji pas pasan ini bisa kuliah di situ.

Saya menuliskan sekelumit cerita hidup saya ini setelah saya terinspirasi oleh pak jamil Azzaini pada acara training saat annual gathering CIMB Niaga Scholarship ke 3 tanggal 17-18 Juli 2009 di gunung geulis, Bogor. Umur saya 19 tahun sekarang.

Jakarta, 22 July 2009, 3:52 AM

“Apapun mereka bilang, tekadku takkan hilang, jalanku masih panjang, garis akhir yang ku pandang, bagai kerang yang membuat tangisan matanya oleh sibakan pasir menjadi mutiara indah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar